Jakarta, gamki.or, id – Utusan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) hadir dalam forum ‘Interfaith and Intercivilizational Reception’ yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama Grand Syekh atau Imam Besar Al-Azhar Ahmed At-Tayyeb di Hotel Pullman Central Park Jakarta, 10 Juli 2024.
Dalam pertemuan ini, DPP GAMKI membaur bersama Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom, Sekum PGI Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty serta perwakilan lembaga keumatan lintas iman lainnya.
“Kami sangat bangga bisa hadir di forum internasional ini. Sungguh mengesankan karena dapat berada satu ruangan dengan tokoh perdamaian dunia,” kata Wakil Bendahara Umum DPP GAMKI Fancy Ransun.
Fancy mengikuti event ini bersama Sekretaris Bidang Luar Negeri dan Diplomasi DPP GAMKI Omer Ritonga, Sekretaris Bidang Denominasi Gereja dan Lembaga Keumatan DPP GAMKI Seno Rocky Pusop, Panglima Brigsena DPP GAMKI Andriyas Tuhenay, serta Sekretaris Bidang Pancasila DPP GAMKI Ricky Samosir.
Dalam pertemuan itu, Grand Syekh Al-Azhar Ahmed At-Tayyeb mengatakan segala macam perbedaan termasuk perbedaan agama merupakan misi kasih sayang terhadap sesama manusia.
”Allah menghendaki kita berbeda suku bangsa ras bahasa. Andai mau, Allah menjadikan manusia satu jenis. Tapi Allah tidak menghendaki hal itu dan bahkan menjadikan manusia hidup dengan syariat yang berbeda-beda,” jelasnya
Hal tersebut di atas jelas menunjukkan kalau penciptaan manusia yang berbeda-beda menjadi prinsip dasar rasa saling menghargai antar sesama umat manusia. Ia juga mengutip Surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya, ”Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti”.
Melalui ayat tersebut, Ahmed At-Tayyeb mengungkapkan bahwa keberagaman dapat tercipta melalui taaruf (perkenalan). Setelah saling mengenal manusia dapat hidup rukun dan bertoleransi dalam perbedaan karena Islam adalah agama yang bebas. Kebebasan yang dimaksud dalam peradaban Islam adalah umat Islam memberikan kebebasan bagi umat lain untuk memeluk kepercayaannya tanpa ada paksaan untuk mengikuti agama Islam.
”Islam memandang pemeluk agama lain dengan pandangan kasih sayang, bukan saling memerangi atau membunuh,” jelas mantan rektor Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu.
Selain itu, fakta bahwa Islam bukan hanya risalah yang diberikan untuk Nabi Muhammad saw, menunjukkan Islam sebagai risalah langit untuk umat manusia yang mengajak pada keesaan Tuhan, kemuliaan akhlak, dan menolak kedzaliman.
Pada kesempatan itu, Syekh juga mengkritisi permasalahan kemanusiaan di dunia, terutama yang terjadi di Palestina. “Dalam hal yang disebut tatanan dunia baru, rakyat Palestina merupakan warga yang didzalimi. Saya berharap umat di seluruh dunia dan umat Islam untuk memperhatikan peradaban kemanusiaan,’’ jelasnya.
Grand Syekh Al-Azhar juga menyampaikan bahwa umat Islam perlu aktif menunjukkan kepada dunia citra Islam sebagai agama yang terbuka untuk dialog dan pemahaman. Menurutnya, banyak persepsi keliru dari beberapa pihak yang menganggap umat muslim kaku dan radikal. Persepsi ini dilatarbelakangi dengan adanya jurang pemisah pemikiran antara Barat dan Timur yang belum ada upaya serius untuk menjembatani hal itu.
Untuk itu, dia berpesan agar kegiatan yang membuka ruang dialog dan pemahaman terus dilakukan secara masif. Hal ini bertujuan agar antara bangsa Barat dan Timur dapat bertemu di pertengahan dengan pandangan saling mengasihi dan menghargai.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyambut kedatangan Grand Syekh Al-Azhar Ahmed At-Tayyeb.
’’Selamat datang di Indonesia, negeri Ahlussunnah wal Jama’ah,” ujar Gus Yahya–sapaan KH Yahya Cholil Staquf– dalam sambutannya. Gus Yahya juga menyampaikan terima kasih kepada Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir atas perannya dalam mendidik para pelajar NU selama lebih dari satu abad.
Sebagai informasi, Interfaith and Intercivilizational Reception merupakan inisiasi PBNU menyambut kunjungan Grand Syekh Al-Azhar selama di Indonesia. Dalam forum tersebut, Syekh At-Tayyeb akan bertemu dengan berbagai tokoh agama, termasuk Cardinal Suharyo (Katolik), Bhante Pannavaro (Buddha), Gomal Gultom (Protestan), dan WS Mulyadi Liang (Konghucu). Syekh At-Tayyeb, yang juga ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM), telah mengunjungi Indonesia sebanyak tiga kali dalam satu dekade terakhir. Sebelumnya pada 2016 dan 2018.
Dalam kesempatan ini, PBNU mengundang hampir 300 rektor perguruan tinggi dari lingkungan Nahdlatul Ulama serta lebih dari seribu kader NU dari Muslimat NU, Ansor NU, Fatayat NU, para pelajar putra dan putri NU, dan murid-murid Al-Azhar.
Acara ini juga dihadiri oleh pemimpin agama-agama lain di Indonesia, termasuk Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu, bersama perwakilan jemaat mereka masing-masing. Selan itu, lebih dari 3 ribu titik di seluruh Indonesia mengikuti forum ini secara virtual, sehingga lebih dari 300 ribu orang dapat mendengarkan pesan-pesan Grand Syekh Al-Azhar tersebut.