Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik yang baru saja dilantik menyampaikan secara resmi pokok-pokok pikirannya kepada ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dalam acara pengukuhan dan serah terima kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat GAMKI Periode 2019-2022, di Grha Oikoumene, Jumat (11/10/19).
Willem Wandik mengatakan, pokok-pokok pikiran tersebut telah diramu dan dikaji secara mendalam. Benar adanya bahwa pokok pikiran tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami bangsa dan negara saat ini.
Berikut adalah pokok-pokok pikiran Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik:
1. Gereja masih menjadi kekuatan pemersatu umat di Indonesia
Pemilu 2019 telah membuktikan, kelompok yang memainkan isu agama tidak mampu membendung gerakan dari kelompok kebangsaan yang mengedepankan kesetaraan dan kemajemukan. Kemenangan Presiden Jokowi bukanlah semata-mata kemenangan partai pengusung, melainkan “penegasan” kemenangan perjuangan kelompok minoritas yang diwakili oleh sosok pemimpin yang sederhana, dan membuktikan komitmennya untuk melindungi hak-hak kelompok yang terpinggirkan dan termarjinalkan di dalam negara ini.
Karena itu, peranan Gereja dan umat Kristen sangat penting dalam menentukan timbul dan tenggelamnya kehidupan demokrasi di Republik ini, Gereja dan umat Kristen, terutama kalangan pemuda Kristen yang tergabung dalam organisasi Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia tidak boleh diam dan apatis, melainkan proaktif dalam menyikapi persoalan berbangsa yang tengah dihadapi oleh masyarakat kita. Sebagai warga negara yang baik kita semua dituntut untuk mensukseskan agenda reformasi, memperkuat demokrasi, dukungan terhadap kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mendorong kebebasan berbicara dan berpartisipasi dari masyarakat, penegakan hukum yang adil, penguatan HAM dalam kebijakan bernegara, perlindungan terhadap masyarakat adat dan kelompok minoritas, serta pembangunan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perlu kami ingatkan, ancaman disintegrasi sosial dan bahkan disintegrasi bangsa yang rawan terjadi seperti di Tanah Papua, harus dapat kita hadapi dengan memperkuat ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan dan pluralisme sebagai salah satu simpul utama yang dapat mengikat kebhinekaan kita.
2. Pemuda Kristen menjadi tulang punggung pembangunan di Indonesia
Sejarah revolusi kemerdekaan Indonesia mencatat bahwa pergerakan pemuda menjadi pilar penting. Dewasa ini, negara sekali lagi mengundang jiwa patriotisme generasi muda, termasuk generasi muda Kristen, untuk hadir memperkuat visi pembangunan yang dicanangkan oleh Presiden terpilih hasil Pemilu 2019, yang mencanangkan visi pembvangunan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.
Sebagai organisasi kepemudaan, GAMKI tidak akan tinggal diam dan berpangku tangan, melihat ruang-raung perdebatan publik dan pengambilan kebijakan strategis negara, dimonopoli oleh segelintir orang/ penguasa partai politik tertentu/ golongan oligarki tertentu. Sebagai elemen kepemudaan Kristen Indonesia, yang memiliki pengikut dan keanggotaan yang sangat besar di seluruh wilayah Indonesia, GAMKI kan selalu hadir memberikan advice/ solusi bagi keberlangsungan negara.
Negeri ini tidak sedang mengalami kekurangan orang-orang intelektual, tidak sedang kekurangan “pemuda” bertitel Magister dan doktoral, tetapi negeri Indonesia pada hari ini, terasa kehilangan “kasih, cinta, respek, dan penghormatan” terhadap sesama anak bangsanya sendiri.
Setiap pos-pos pembangunan harus diisi oleh orang-orang yang tepat, berkemampuan baik, dibuktikan dengan latar belakang pendidikan dan pelatihan yang dimilikinya, namun, berpendidikan dan berkemampuan saja tidak cukup, dibutuhkan sikap mental dan kerohanian yang baik, memiliki karakter, integritas, yang kesemuanya itu dibangun dalam pembinaan mental dan rohani yang dibimbing oleh Gereja, keluarga, dan masyarakat.
3. Pancasila, NKRI, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dalam percaturan politik identitas di Indonesia
Empat pondasi kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang menjadi materi penting dalam setiap kegiatan lembaga MPR RI, menjadi panduan penting dalam sistem ketatanegaraan dan dalam merawat rumah besar bersama yang bernama “Indonesia”. Di zaman sekarang, keempat pondasi ini mengalami gangguan dari dalam dan luar, yang berdampak terhadap timbulnya tindakan-tindakan rasisme, diskriminatif baik dalam sektor birokrasi pemerintaham, penegakan hukum, hak berekonomi dan memperoleh lapangan pekerjaan, dan lainnya.
Penguatan terhadap Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika mutlak untuk dilakukan agar dapat meredam politik identitas yang coba digulirkan oleh sekelompok pihak. Hanya dengan pendekatan ini saja kita dapat tetap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai rumah bersama yang benar-benar dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.
4. Konflik di Tanah Papua adalah persoalan kemanusiaan yang harus menjadi perhatian Gereja dan juga negara secara serius
Membicarakan persoalan konflik di Tanah Papua, tidak bisa hanya dipotret pada satu case/persoalan semata, misalnya dengan menjustifikasi kerusuhan Wamena yang disebut-sebut oleh banyak kalangan dan bahkan seorang politisi Senayan dari partai tertentu sebagai peristiwa genosida. Yang justru terlihat sangat lemah pada sisa epistimologi, apalagi jika ditelusuri ke dalam bentuk kajian sosiologis konflik yang telah berlangsung cukup lama. Selama ini terjadi pembiaran yang mengorbankan masyarakat sipil yang tidak berdosa, yang jauh sebelum peristiwa Wamena. Persoalan Papua telah melibatkan banyak konflik berdarah, dimana korban dari masyarakat asli Papua sangat besar, antara lain korban pengungsi dari Daerah Operasi Militer di Nduga dimana menelan korban jiwa 100an orang yang sebagian terdiri dari ibu dan anak.
GAMKI sangat berduka dan berempati terhadap para korban dari kerusuhan di Wamena, begitu juga korban jiwa dari para pengungsi di Nduga, serta berbagai daerah lainnya. Maka kami menegaskan bahwa Gereja harus memberikan perhatian serius terhadap persoalan kemanusiaan di Papua, dan negara harus melakukan pendekatan dialog yang adil-setara dan bukan militeristik dalam penyelesaian konflik di Tanah Papua.
5. Gereja masih belum mendapatkan kebebasan di Negara Pancasila
Selama bertahun-tahun, kami banyak menerima laporan masyarakat, terutama laporan penyegelan gereja yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Padahal seluruh rakyat Indonesia mengklaim dirinya sebagai masyarakat yang Pancasilais, yang menempatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai filosofi dasar negara pertama, mendahului prinsip-prinsip negara yang lain.
Sehingga tidak boleh ada seorang warga negara pun di Republik ini, yang tidak dapat menjalankan keyakinan beragamanya, untuk mendirikan Gereja dan untuk menyembah/memuliakan Tuhan di dalamnya. Tidak dapat dibenarkan dalam negara Pancasila, apabila masih ditemukan ada Gereja / rumah ibadat yang disegel oleh pemerintah daerah/ masyarakat yang tidak senang dengan kehadiran Gereja ataupun rumah ibadah lainnya. Bahwa menyembah Tuhan di Gereja itu bukanlah perbuatan kriminal, melainkan bentuk ketundukan manusia kepada sang pencipta jagat raya.
6. Masyarakat Adat masih menjadi korban investasi di Indonesia
Kemudahan dalam penguasaan lahan yang diberikan kepada investor, membuat masyarakat adat menjadi kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap kasus-kasus perampasan lahan. Bahkan, tidak jarang di sejumlah kawasan konsesi milik korporasi yang diberikan oleh negara, yang memang secara nyata menduduki kawasan hutan adat masyarakat, yang disertai dengan intimidasi dan bahkan kekerasan.
Potret penguasaan lahan yang dilakukan oleh korporasi terhadap lahan hutan masyarakat adat, selalu diperkuat dengan kehadiran aparat kepolisian dan militer, yang justru menjadi pengayom kepentingan korporasi, dibandingkan menjadi pelindung masyarakat adat yang rentan menjadi korban kekerasan. Oleh karena itu Gereja harus membantu masyarakat adat melalui peran pelayanan yang dapat disampaikan kepada pemangku kepentingan negara, baik di Pusat maupun di daerah, agar hak-hak umat yang masih hidup dari tradisi hutan adatnya, tidak menjadi korban keserahakan kepentingan investasi yang bertujuan untuk mengkapitalisasi hutan-hutan adat masyarakat yang lemah dan terpinggirkan.
7. Kewajiban mempertahankan demokrasi, kebebasan berpendapat, berkumpul/berorganisasi, perlindungan HAM di Indonesia
Demokrasi yang dicapai oleh Republik di hari ini, yang tergambar pada tingginya partisipasi masyarakat membicarakan soal-soal kepemimpinan nasional, soal-soal kebangsaan, pro kontra perundang-undangan, perdebatan pada soal komitmen pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang digagfas oleh publik, perdebatan tentang praktek militerisme dan masalah HAM di Tanah Papua, merupakan buah dari tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Demokrasi bukanlah musuh kemapanan, bukanlah musuh stabilitas, bukanlah pula musuh persatuan nasional. Sebab demokrasi itu hanyalah ‘kehendak bebas’ dari rakyat untuk mengespreksikan pikiran, pengalaman, rasa keadilan, kepedulian, dan kecintaannya kepada bangsa dan negaranya.
Sebagaimana yang kita ketahui, demokrasi itu berdiri di atas pondasi kebebasan berpendapat warga negara, kebebasan untuk berkumpul dan berorganisasi, dan terutama, perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, jalan yang telah dipilih oleh konstitusi nasional, sebagai hasil konsensus seluruh rakyat Indonesia – semesta dengan demokrasi sebagai “way of life”, maka menjadi kewajiban kita semua termasuk organisasi keagamaan dan kepemudaan, untuk menjaga dan merawatnya, demi Indonesia yang kuat dan bermartabat.
8. Kewajiban mendorong reformasi birokrasi, dan penuntasan agenda korupsi di Indonesia
Agenda reformasi merupakan konsensus yang mengikat transisi Orde Baru di tahun 1998 dengan komitmen untuk melawan korupsi, kolusi dan nepotisme, hingga hari ini. Oleh karena itu, kita semua memiliki tugas dan tanggung jawab yang equal, setara, dengan organisasi-organisasi baik itu organisasi non government, maupun organisasi pemerintah di seluruh tingkatan, untuk memperkuat prinsip dan keyakinan semua, bahwa Republik ini masih darurat korupsi, yang menjadi ancaman utama rusaknya sendi-sendi pembangunan nasional dan tujuan pencapaian kesejahteraan nasional.
9. Penguatan sistem hukum di Indonesia
Indonesia telah mendeklarasikan dirinya dalam UUD 1945 “landasan konstitusional negara” sebagai negara berdasarkan hukum “rechtaat”. Gejolak konflik yang terjadi di hari ini, dapat diindera oleh penglihatan, pendengaran, rasa, dan juga akal sehat kita semua, yang berawal ketidakpastian hukum dan rasa keadilan yang dirasakan secara luas oleh masyarakat.
Kami menghimbau kepada tokoh-tokoh militer, yang di hari ini bekerja sebagai pembantu presiden Jokowi, terutama, yang memiliki sejarah masa lalu, sebagai penyokong kekuasaan orde baru, untuk tidak memberikan bisikan yang salah/keliru kepada Presiden Jokowi. Kami berharap di periode kedua masa kepemimpinan Presiden Jokowi, Presiden dapat dengan rileks, tidak memiliki beban politik, untuk bekerja lebih baik lagi, melayani tumpah darah ibu pertiwi, dalam rangka mewariskan legacy penguatan Indonesia sebagai negara hukum “hukum sebagai panglima”. Yang berarti tidak ada seorangpun di Republik ini yang kebal hukum, sekalipun jika itu adalah seorang Jenderal, Menteri, Kepala Daerah, bahkan jika itu menyangkut sekelompok ormas yang terus menerus memelihara kebencian dan rasisme terhadap kelompok masyarakat lainnya.
10. Indonesia menjadi bagian dari komunitas global
Indonesia dalam hubungannya dengan dunia internasional, adalah bagian dari masyarakat dunia yang saling terhubung, patuh terhadap keputusan-keputusan internasional menyangkut kepentingan bersama dalam hal kepastian hukum dagang, ekonomi, kejahatan kemanusiaan, kewajiban dalam menjaga dan memelihara ketertiban dunia, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlindungan HAM terhadap semua etnis di Indonesia, termasuk etnis Papua harus dilakukan dengan serius sebagai bentuk komitmen Indonesia yang bergabung di dalam komunitas global. Negara tidak boleh memandang remeh terhadap persoalan HAM yang terjadi di atas Tanah Papua.
Negara tidak bisa menyelamatkan semua manusia di dunia. Namun negara cukup menyelamatkan satu nyawa manusia di atas tanah Papua. Satu nyawa itu berharga. Agar satu nyawa yang selamat tersebut dapat menjaga, 1000, 10.000, 100.000, 1.000.000 nyawa manusia lainya di atas Tanah Papua. Itu prinsip dan keyakinan yang seharusnya diterapkan oleh negara di atas tanah Papua.
11. Merawat hutan tropis Indonesia
Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) menjadi salah satu isu penting lingkungan, yang terus menjadi masalah nasional. Sejumlah wilayah masyarakat adat, yang menjadi wilayah pelayanan gereja, baik di Sumatera maupun di Kalimantan, selalu menjadi korban dari peristiwa kebakaran hutan dalam skala besar di wilayah ini. Gesekan antara kepentingan korporasi perkebunan, yang memanfaatkan lahan dalam skala luas, yang tidak jarang berkonflik dengan masyarakat adat yang menjadi basis pelayanan gereja di daerah-daerah terpencil, justru diperparah dengan aksi kriminal pembakaran hutan, yang telah menambah kerusakan hutan dalam skala besar, tujuannya sederhana, agar kawasan-kawasan yang terdampak Karhutla dapat dibuka sebagai kawasan pengembangan perkebunan.
Negara harus melihat kasus karhutla tidak hanya menyangkut persoalan polusi asap, bukan hanya juga sekedar persoalan masyarakat menderita penyakit pernapasan, bukan pula sekedar persoalan kejahatan pembakaran hutan, melainkan karhutla juga merupakan kejahatan terhadap masyarakat adat, dan hutan adat.
Melalui forum ini, kami menghimbau kepada pemerintah untuk komitmen melindungi kawasan hutan, yang di dalamnya terdapat hutan masyarakat adat, dari perebutan penguasaan lahan yang dilakukan oleh korporasi perkebunan yang tidak jarang juga didukung oleh penguasa-penguasa lokal yang mendapatkan keuntungan dari setiap jual beli penerbitan ijin pengelolaan kawasan hutan untuk kepentingan korporasi.
12. Tantangan ideologi transnasional di era milenial
Piramida penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh kelompok pemuda, dan tidak lama lagi bonus demografi yang ditandai dengan besarnya populasi angkatan kerja muda di Indonesia akan menuntut perhatian serius negara untuk memanfaatkan kekuatan ini. Selain itu masuknya ideologi transnasional sangat berbahaya dan dapat mengganggu kualitas dari sumber daya manusia Indonesia. Peristiwa penusukan terhadap Menkopolhukam beberapa waktu yang lalu dimana salah satu pelakunya masih berusia 20an tahun menunjukkan bahwa ideologi transnasional ini dapat menyasar siapa saja, termasuk masyarakat yang ada di daerah. Oleh karena itu harus ada deteksi dan pencegahan dini oleh pihak intelijen terhadap orang dan kelompok yang disinyalir sudah terpapar dengan paham-paham radikal.
13. Dukungan terhadap pemerintahan Jokowi Jilid II
Kehidupan ketatanegaran Indonesia telah memilih jalan demokrasi sebagai satu-satunya alat legitiamasi kedaulatan rakyat. Oleh karena itu hasil Pemilu 2019 harus dihormati oleh seluruh entitas bangsa, dari Merauke hingga Sabang, tanpa lagi terjebak pada romantisme politik pemilu dan keterpecahan dukungan partisan yang sempat mengkhawatirkan integrasi sosial di masyarakat.
Pesta demokrasi telah usai. Ruang-ruang kritik dan koreksi dalam negara sah sah saja, dan bahkan diperlakukan, sebagai fungsi kontrol yang harus terus dilakukan, agar kepentingan rakyat dapat terus dikawal. Yang tidak boleh adalah pengucapan ujaran kebencian yang memancing konflik, terlebih lagi dapat mengganggu stabilitas nasional.
GAMKI sebagai organisasi keagamaan dan kepemudaan, harus mendukung Presiden Terpilih hasil pemilu 2019. Namun dengan catatan akan terus memberi masukan, koreksi dan perbaikan, jika ada kepentingan umat, kepentingan bangsa, kepentingan nasional, yang dipandang penting oleh GAMKI untuk disampaikan kepada Presiden, maka hal itu menjadi kewajiban organisasi untuk mengawalnya.
Dengan demikian, berdasarkan pembagian pokok-pokok pikiran pidato Ketua Umum DPP GAMKI 2019-2022 yang telah kami sampaikan dalam uraian di atas, merespon berbagai indikator permasalahan bangsa, yang secara kontekstual, dihadapi oleh seluruh umat, Gereja, dan bahkan seluruh rakyat Indonesia, perlu dijadikan catatan penting bagi DPP GAMKI, untuk diperjuangkan.
Demikian pidato ini kami sampaikan, semoga Tuhan Yesus menolong kita semua. Ora Et. Labora
Syalom, Wa Wa, Matur Nuwun, Horas Horas
Jakarta, 11 Oktober 2019 Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik, S.Sos