Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) turut menyampaikan penolakan terhadap PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang berada di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Akhir-akhir ini, tambang emas itu menjadi sorotan nasional dikarenakan adanya penolakan yang dilakukan oleh warga sekitar.
Ketua DPP GAMKI Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Julianus Nainggolan meminta pemerintah meninjau kembali izin perusahaan tersebut.
“Kami meminta agar pemerintah meninjau kembali ijin yang diberikan kepada PT TMS. Kami memiliki empat alasan mengapa ini harus ditinjau kembali,” kata Julianus meneruskan catatan yang disampaikan kepada wartawan, Jumat, 2 Juli 2021.
Adapun empat alasan yang disampaikan DPP GAMKI, pertama alasan kelestarian lingkungan. Musababnya, di berbagai daerah, adanya pertambangan berpotensi merusak lingkungan.
“Di banyak tempat kita dapat ketahui bahwa pertambangan telah merusak lingkungan, dengan cara pengerukan, disana akan terjadi penebangan pohon. Dampaknya Pulau Sangihe akan kehilangan daerah resapan air,” ujarnya.
Selanjutnya terkait sosial budaya. Tanah merupakan kebutuhan bagi masyarakat sekitar untuk menggantungkan seluruh kehidupan mereka, terutama aktivitas sosial masyarakat sekitar.
“Jika tanah yang mereka gunakan untuk kehidupan hilang dan dirusak, maka, akan ada budaya dari suku tertentu akan punah,” tuturnya.
Pada poin ketiga adalah persoalan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Jika kami perhatikan, aktivitas tambang yang dilakukan oleh TMS ini dimulai sejak tahun 2017. Tetapi baru 4 tahun berjalan, sudah ada penolakan dari masyarakat sekitar. Tentu menjadi pertanyaan besar, bagaimana dulu ketika dilakukan penyusunan AMDAL? Apakah masyarakat di sekitar tidak dilibatkan?” tanya Julianus.
Kemudian, menyoal tidak berdampaknya secara langsung ekonomi bagi masyarakat sekitar. Pasalnya, aktivitas tambang emas yang dilakukan hanya akan memperkaya pihak lain.
“Masyarakat sekitar hanya menjadi penonton. Beda cerita jika tanah tersebut dikelola langsung oleh warga sekitar, seperti aktivitas pertanian kelapa, cengkeh, dan lainnya. Mereka dapat langsung menikmati hasilnya,” kata dia pada poin keempat.
Selain itu, GAMKI juga menyayangkan adanya pernyataan pemilik saham TMS, yang dalam liputan dengan salah satu media mengatakan bahkan menuduh ‘para penambang illegal telah mengambil keuntungan dan merusak lingkungan’.
“Pernyataan ini menurut kami sangat dangkal dan tak berdasar. Bahkan hanya menjadi pembenaran untuk PT TMS melakukan aktivitas penambangan. Memang kami tidak membenarkan jika ada masyarakat yang melakukan penambangan ilegal, namun kerusakan yang lebih besar justru akan dilakukan oleh PT TMS ini,” ungkapnya.
“Disinilah seharusnya pemerintah berperan. Masyarakat tersebut diberikan edukasi untuk memanfaatkan lahan tersebut menjadi lahan pertanian atau aktivitas lain,” sambung Julianus.
Tak sampai disitu, GAMKI juga berencana akan meyurati Pemerintah Pusat, DPR RI, hingga Duta Besar asal negara pemilik saham terbesar di PT TMS.
GAMKI juga menegaskan akan melakukan aksi demonstrasi jika suara atau aspirasi yang mereka sampaikan terkait izin ini tidak didengar.
“Izin tambang yang telah diberikan harus ditinjau ulang. Kebijakan investasi yang diberikan harus dievaluasi. Semua ini demi keberlangsungan hidup warga dan pemuda yang ada di Kepulauan Sangihe pada khususnya,” ucap Julianus.