Workshop Strategi Media Sosial Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) kembali berlangsung. Kalau pada Sesi I menghadirkan analis politik Hanta Yuda dan Sesi II menampilkan pakar survei Muhammad Qodari, di Sesi III mengundang narasumber Staf Khusus Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Hokky Situngkir.
Berbicara secara virtual di hadapan hampir 100 aktivis GAMKI dari berbagai daerah di Indonesia, Hokky Situngkir membawakan tema ‘Perang Siber di Media Sosial dan Peranan Pemuda Dalam Membangun Narasi Positif’.
Peneliti dan pendiri Bandung Fe Institute ini menguraikan, di awal 1970-an, Chile mengawali terobosan terkait penggunaan data dalam politik pemerintahan era Presiden Salvador Allende.
“Pemerintahan Chile menggunakan instrumen yang mereka sebut ‘cybersin’ sebagai pusat data untuk berbagai pengambilan keputusan penting,” kata Hokky.
Di era di mana internet belum ditemukan, informasi-informasi dalam berbagai bidang itu dimasukkan dalam sistem dengan menggunakan teleks. Sayang, upaya penggunaan ‘big data’ itu hancur saat Allende dikudeta junta militer Augusto Pinochet.
“Penggulingan Allende oleh Pinochet memakai sandi ‘Operasi Jakarta 1973’. Mungkin saja karena terinspirasi pengambilalihan kekuasaan di Indonesia di era Orde Lama ke Orde Baru,” kisah pria kelahiran Pematangsiantar, 44 tahun silam itu.
Hokky Situngkir memaparkan, musuh media sosial ada tiga, yakni kemacetan jaringan dan server, penyebaran informasi palsu melalui hoaks, serta kriminalitas elektronis seperti pencurian data pribadi.
“Sebaliknya, potensi media sosial juga sangat besar, antara lain untuk mengobservasi perilaku sosial berdasarkan aspek-aspek demografis konvensional, social mapping deteksi topik percakapan yang berguna untuk memetakan aspirasi pemerintahan serta parlemen, dan juga community mapping,” kata ilmuwan berjuluk ‘Bapak Kompleksitas Indonesia’ ini.
Hokky berharap agar GAMKI mengoptimalkan penguasaan dnia maya, sehingga diskursus politik nasional bisa direbut.
“Sayang sekali kalau berbicara terkait isu kepemudaan, justru malah dikuasai akun-akun anonim,” ujarnya dalam diskusi yang dipandu moderator Sekretaris Bidang Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal DPP GAMKI Jumady Sinaga.
Dipaparkannya, saat ini terdapat lebih dari 343,5 juta perangkat komunikasi internet di Kepulauan Indonesia. Terdapat juga data 273 juta pelanggan internet seluler, dengan rata-rata54,6 milyar interkoneksi per hari dan menghubungjan 202,6 juta orang Indonesia.
Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktunya 8 jam 52 menit sehari untuk berinternet, dengan lebih dari 170 juta pengguna media sosial dengan rataan penggunaan medsos 3 jam 14 menit dalam satu harinya.
“Ada 140,8 juta orang menonton Youtube, 140 juta berfacebook, 93 juta aktif pasang konten foto di Instagram, 10,6 juta aktif di twitter, 56 juta menggunakan linkedin dan yang jelas terdapat 134,4 juta akun WhatsApp di Indonesia,” bebernya.
Melihat potensi besar dunia digital di Indonesia, Hokky menyampaikan, sudah saatnya memindahkan layanan-layanan offline GAMKI ke dunia online.
“Dan langkah itu harus dilakukan di berbagai daerah di tanah air,” tegasnya.
Pada kesempatan ini, Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Sinurat menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan paparan Hokky yang menambah wawasan serta pemikiran aktivis GAMKI.
“Kita akan mengaktifkan GCS atau GAMKI Cyber Servant. Mengapa istilahnya servant, bukan army, karena kita ingin melayani, bukan berperang. Melayani dengan mengeluarkan narasi-narasi positif, demi mendukung peran gereja dan pemuda Kristen Indonesia,” pungkas Sahat.