TAHUN depan waktunya pesta demokrasi. Di situ, masyarakat Indonesia akan menentukan presiden RI selanjutnya. Serta wakil rakyat yang akan duduk di legislatif: mulai tingkat kota hingga DPR RI. Sehingga, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonsia (GAMKI) mengajak para seluruh partai politik untuk melakukan politik kegembiraan jelang Pemilu 2024 nanti.
“Kami berharap Pemilu 2024 dapat kita jalankan dengan kegembiraan. GAMKI menolak dengan tegas jika ada oknum ataupun kelompok yang melakukan politik identitas ataupun politik agama. Mari kita lakukan politik santun dan beradab,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat di Jakarta, Senin, 9 Oktober 2023.
Sebagai pemilih yang akan mendominasi pesta demokrasi di 2024 mendatang, generasi muda juga harus menjadi contoh. Serta garda terdepan dalam mewujudkan Pemilu yang cerdas, damai, dan berintegritas.
“Generasi muda harus aktif dan masif melakukan gerakan edukasi kepada masyarakat. Sebagai gerakan untuk melakukan edukasi, GAMKI melakukan silaturahmi kebangsaan ke berbagai tokoh lintas agama. Topik utamanya adalah bagaimana agar terwujud Pemilu yang damai tanpa polarisasi,” tegasnya.
BACA JUGA: Grace Natalie Dorong Pemuda Kristen Masuk Kancah Politik
Sahat menyampaikan, tindakan itu dilakukan sejak September lalu. Hingga menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. “Silaturahmi Kebangsaan GAMKI bertujuan untuk merajut kebersamaan lintas agama. Juga menjaga Indonesia sebagai milik kita bersama. GAMKI mengajak pemuda lintas agama untuk berkolaborasi bersama dengan kegembiraan. Tanpa tersekat-sekat oleh perbedaan agama,” jelas Sahat.
Kunjungan pertama Silaturahmi Kebangsaan itu, GAMKI mendatangi Pondok Pesantren Cadangpinggan di Indramayu. Pengurus dan kader GAMKI bertemu dengan Prof. Dr. KH. Abdul Syakur Yasin. Pria yang akrab disapa Buya Syakur ini adalah pendiri dan pengasuh Ponpes Cadangpinggan.
“Kunjungan ke pondok pesantren bukan hal baru bagi saya. Ini saya lakukan saat menjadi Ketua Umum GMKI pada 2017 lalu. Ketika itu, kami melakukan safari ke beberapa pondok pesantren di Jawa Timur. Di antaranya: Ponpes Lirboyo di Kediri dan Ponpes Tebu Ireng di Jombang,” kata Sahat.
Kunjungan GAMKI kali ini diharapkan menjadi gerakan awal untuk mendinginkan dan menyejukkan suasana menjelang Pemilu 2024. Seperti yang dipesankan Presiden Joko Widodo pada momen Pengukuhan dan Pembukaan Rakernas GAMKI di Medan bulan Agustus 2023 lalu.
“Semoga pintu Ponpes Cadangpinggan tetap terbuka bagi kami. Sehingga di waktu selanjutnya, teman-teman GAMKI sebagai pemuda Kristen dapat datang dan menjadi santrinya Buya Syakur sehingga bisa belajar tentang indahnya keberagaman dan saling mengenal satu dengan yang lain,” kata Sahat yang disambut tawa Buya Syakur dan para peserta lainnya.
Sahat Sinurat menyampaikan harapan agar Pemilu tahun depan dapat berjalan damai. “Siapapun pemimpin yang terpilih adalah pemimpin seluruh rakyat Indonesia yang harus kita dukung dan hormati bersama,” ujarnya.
BACA JUGA: Manfaatkan Potensi Ekonomi Lokal, GAMKI Gunungsitoli Berdayakan Kader Tanam Jagung
“Pemuda lintas agama harus menjadi agen pembawa damai yang bisa mendinginkan dan menyejukkan suasana jelang pemilu, jangan malah memanaskan dan memperkeruh situasi. Dengan demikian, melalui Pemilu yang gembira, kita berharap bisa terpilih pemimpin yang mau mendengar aspirasi rakyat dan siap berjuang untuk rakyat,” tambahnya.
Selain bertemu Buya Syakur, GAMKI juga diajak melihat komplek Ponpes Cadangpinggan. Bertemu dengan para santri dan bertukar pikiran tentang bagaimana santri-santri muda di sana bisa mengembangkan potensi dan bakatnya di era modern.
“Kami melihat mereka bukan lagi sebagai santri tradisional, tapi bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Melalui pendidikan dengan pendekatan modern seperti pemanfaatan teknologi digital, entrepreneur, otomotif, dan bidang-bidang lain yang bermanfaat di lapangan kerja seusai menempuh pendidikan di ponpes,” pungkas Sahat.
Sementara itu, Buya Syakur juga menyampaikan pandangannya mengenai Indonesia yang seringkali terjebak dengan isu intoleransi. “Indonesia tercipta juga atas kerja dan keringat kalian yang sering disebut minoritas. Oleh karena itu, jangan kalian malu atau takut untuk beribadah dan menjalankan keyakinan beragama,” ucap pria hobi menulis ini.
Buya Syakur yang pernah menjadi Ketua PPI Kairo ini menekankan, keberagaman akan menjadi indah bila satu dengan yang lain tidak saling mendominasi serta mewajarkan istilah mayoritas dan minoritas. “Saya berharap anak muda selalu bersatu, bekerjasama lintas agama sehingga bisa mewujudkan Indonesia Emas 2045,” kata Buya Syakur.
Buya menyampaikan bahwa Indonesia terbentuk sebagai sebuah mukjizat yang diberikan Tuhan dengan aneka ragam budaya, bahasa, agama, suku. “Manusia mungkin tidak menyembah berhala, namun sikap dan perilaku manusia itu yang sering melakukan penghakiman terhadap seorang atau kelompok dengan mengatakan yang berbeda dengan mereka akan masuk neraka. Yang menjadi berhala bukan agama tetapi diri sendiri,” ungkap Buya Syakur.
Buya Syakur meminta komitmen para pemuda untuk menjaga negara Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan lain-lain. “Jangan mudah terprovokasi oleh oknum-oknum tertentu. Tidak ada warga negara kelas dua dan kelas tiga di Indonesia. Semua setara di negeri kita,” jelasnya.
Karena itu, Buya meminta agar calon pemimpin pada Pemilu Legislatif dan Pemiihan Presiden dilihat dari gagasan, kapasitas, rekam jejak dan program kerja. “Bukan berdasarkan politik identitas atas kesamaan suku, agama, dan ras,” tegasnya.
Pada momen Silahturahmi Kebangsaan yang dilakukan GAMKI, pria yang masih aktif menulis buku ini juga melakukan talkshow bersama Sahat Sinurat dan Ketua Umum DPP Forum Komunikasi Santri Indonesia (FOKSI) Muhammad Natsir Sahib. Di sana, mereka lebih banyak berbicara mengenai pemuda dan persatuan. (*)