Jakarta – Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) DPP GAMKI kembali menggelar kegiatan diskusi daring pada hari Jumat (28/6). Tema yang diangkat adalah “Dua Tahun UU TPKS, Bagaimana Implementasinya di Lapangan?” dengan narasumber Tiasri Wiandani dari Komnas Perempuan.
Dalam paparannya, Tiasri mengatakan bahwa UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) telah disahkan pemerintah pada Bulan Mei 2022. Namun pengesahan itu bukan berarti masalah tindak pidana kekerasan seksual selesai. Masyarakat, terutama kaum perempuan, tetap memerlukan edukasi, pengawasan, dan pendampingan agar tidak menjadi pelaku ataupun korban kekerasan seksual.
“Pengesahan UU TPKS sangat penting, karena memberi payung hukum bagi saksi dan korban. Tugas kita sekarang adalah melakukan sosialisasi agar masyarakat tahu soal ini,” katanya.
Sosialisasi kepada masyarakat sangat diperlukan, karena pemaknaan nilai-nilai patriakhi yang ada di tengah masyarakat masih kerap menempatkan perempuan sebagai pihak marginal. Sebagai dampaknya, perempuan rentan termarginalisasi, tersubordinasi, mendapat pelabelan negatif, menjadi obyek kekerasan, dan harus menanggung beban sosial ganda. Keadaan ini berdampak pada sisi fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
Di sisi lain, meski sudah dua tahun lalu disahkan, implementasi UU TPKS masih jauh dari harapan. Semisal layanan pendampingan terhadap korban yang masih terkendala sumber daya manusia dan finansial. Akibatnya, muncul banyak kesulitan untuk menindaklanjuti penanganan kasus. Ada ketakutan dan saksi dan korban untuk berbicara mengungkap fakta, karena muncul ancaman diskriminasi dan intimidasi. Terkait hal tersebut, keberadaan rumah aman menjadi sesuatu yang mendesak sebagai bagian dari pemberian rasa aman.
“Pekerjaan rumah kita masih banyak. Artinya, masih ada banyak hal yang bisa kita lakukan agar TPKS ini tidak terus menjadi masalah sosial, terutama bagi kaum perempuan,” jelasnya.
Di akhir paparan, Tiasri berharap ada lebih banyak peran serta aktif dari organisasi kemasyarakatan seperti GAMKI. Karena bagaimanapun, pemerintah tidak dapat menyelesaikan semua persoalan sendiri.