Jakarta – Sebagaimana yang terjadi di banyak tempat, demokrasi di Indonesia kini telah mengalami transformasi. Demikianlah pernyataan yang disampaikan Dr. Manuel Kaiseipo saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Panggilan Kristen Dalam Perjuangan Demokrasi” pada 20 Agustus 2024 lalu. Menurut mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia ini, keputusan para bapak bangsa (founding fathers) memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahan Indonesia sudah tepat.
“Dalam konteks Indonesia, para founding fathers telah merumuskan suatu konsep demokrasi yang ideal bagi Indonesia, yaitu demokrasi musyawarah untuk mufakat. Konsep itu ada dalam sila keempat Pancasila,” jelasnya.
Meski memiliki konsep awal yang baik, penerapannya jadi menyimpang karena tidak penjabarannya yang berdasar rumusan yang matang. Akibatnya terjadi pergeseran fungsi dan tujuan kehidupan bernegara. Amandemen demi amandemen yang terjadi justru membawa demokrasi Indonesia kian menjauh dari cita-cita awalnya. Orientasi demokrasi yang semula musyawarah untuk mufakat berubah menjadi demokrasi liberal.
“Demokrasi di Indonesia sekarang lebih mengedepankan elektabilitas (popularitas) ketimbang keterwakilan” tambahnya.
Ternyata kondisi yang sama tidak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara barat yang selama ini mengklaim sebagai role mode demokrasi pun mengalami pergeseran. Di Amerika Serikat, misalnya, insiden penyerbuan pendukung Donald Trump ke Capitol Hill mengejutkan semua pihak. Pasalnya, hal itu jelas bertentangan dengan konsep demokrasi yang dipahami selama ini. Situasi serupa juga terjadi di negara-negara Eropa yang selama ratusan tahun identik dengan demokrasi.
Pernyataan Dr. Manuel Kaiseipo diamini oleh Pdt. Dr. Albertus Patty. Teolog Kristen dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) ini menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam krisis. Pergeseran pemahaman akan makna demokrasi menyebabkan penyalahgunaan demokrasi itu sendiri.
“Kejadian 2:16-17 mengingatkan bahwa manusia memiliki batasan dalam kebebasannya. Dalam kehidupan politik bernegara, batasan itu bernama konstitusi,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Pdt. Dr. Albertus Patty mendorong agar gereja, ormas, dan umat Kristen sebagi indvidu tidak pasif dalam menyikapi dinamika politik yang terjadi. Berani bersuara memberi koreksi jika menemukan hal-hal yang menyimpang atau menyalahi konstitusi. Diskusi ini diadakan oleh Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI) sebagai refleksi 79 tahun kemerdekaan Indonesia. Acara digelar di kantor YKI, Matraman, Jakarta Timur, dengan dihadiri para tokoh dan cendekiawan Kristen. GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) turut hadir dalam kegiatan ini.