Kementerian Agama adalah sebutan nomenklatur Lembaga/Kementerian yang mengurus semua Agama. Nomenklatur Kementerian Agama tidak menyebut secara “eksklusif” urusan Kemenag adalah bagi “mono” agama, tetapi urusan Kemenag adalah “poli” agama atau semua agama. Hal ini disampaikan Willem Wandik, Ketua Umum DPP GAMKI, Senin (23/12/19).
“Menteri Agama seharusnya bersikap adil dengan memberikan ruang kebebasan melaksanakan ibadah kepada setiap umat beragama. Dimanapun mereka berada, baik di wilayah mayoritas maupun minoritas, tanpa perlakuan diskriminasi,” ujar Wandik sapaan akrab Willem Wandik, kepada redaksi Indnews.id.
Menurut Wandik, urusan ibadah merupakan wilayah keyakinan, termasuk Perayaan Ibadah Natal yang digolongkan sebagai urusan “believe system” dalam keyakinan ajaran Injil/ Alkitab.
“Apakah keyakinan agama Kristen dalam menjalankan Ibadah Natal, dapat dikonsensuskan dengan ajaran agama lain (muslim Sumatera Barat?). Tentunya jawabannya “tidak”, sebab keyakinan tentang Ibadah Natal merupakan “doktrin agama” yang menjadi wilayah keyakinan umat Kristen/ Katolik dimana pun mereka berada,” sambung Wandik.
Wandik mengatakan, muncul kekhawatiran apabila istilah “kesepakatan/konsensus” yang dibuat sepihak dan dilegitimasi oleh Kemenag. Hal ini telah membenarkan terhadap masalah besar yang dialami oleh Umat Kristen Sumatera Barat.
“Padahal kita tahu bahwa negara ini bebas untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah masing-masing sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 dan 29. Tetapi kenyataanya, telah terjadi pembiaran terhadap orang-orang yang melanggar UU. Hal ini merupakan perlakuan diskriminasi dari Kemenag,” ujar Wandik.
Sebagai Kementerian yang mengurusi agama, dikatakan Wandik, seharusnya Fachrul Razi tidak boleh menjadi juru bicara bagi satu golongan agama mayoritas di Sumatera Barat, dengan menyebutkan “itu hasil kesepakatan”.
“Fachrul Razi itu kan Menteri Agama, bukan juru bicara satu golongan agama di Sumatera Barat,” ucap Wandik
Lanjut Wandik yang juga merupakan Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Kemenag amnesia terhadap kewajibannya, yang harus melindungi setiap kegiatan ibadah dan keyakinan seluruh umat beragama di Indonesia. Kesepakatan itu hanya larangan yang dibenarkan oleh sepihak, dan hal itu jugalah yang diaminkan oleh Menteri Agama.
“Tidak seharusnya terjadi lagi di negara Pancasila ini. Menteri Agama harus jeli dan bijak mengatasi hal seperti itu. Supaya kedepan tidak terjadi lagi hal yang sama,” tandasnya.