Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) menggelar diskusi publik dengan tema “Menimbang Komposisi Kabinet Indonesia Maju: Sudahkah Ideal?”. Bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, kegiatan tersebut dilaksanakan di Yayasan Komunikasi Indonesia (YKI), Matraman, Senin (28/10/19).
Hendrik Yace Udam, Ketua DPN Gercin Indonesia mengatakan, terdapat kekuatan besar dalam pilpres bulan April lalu, antara 01 dan 02. Hingga pada tanggal 20 Oktober, Jokowi dilantik kembali menjadi Presiden Indonesia dan bukan untuk satu golongan, bukan untuk para pendukungnya, tetapi milik semua golongan, ras, dan agama dari Merauke sampai Sabang.
“Perbedaan pilihan sudah selesai, hari ini kita harus bersama-sama membangun Indonesia,” kata Hendrik.
Terkait komposisi kabinet, menurutnya Presiden Jokowi mendapatkan banyak tekanan dan intervensi dari partai politik, relawan, dan lainnya. Sambungnya, relawan ribut-ribut akhirnya dapat wakil menteri. Memang itu semua adalah hak prerogratif dari Presiden.
Menurut Hendrik, sepanjang penyusunan kabinet, ada banyak kepentingan yang menjadikan susunan kabinet bukan lagi prerogratif dari Presiden. Jadinya, Kabinet Indonesia Maju adalah kabinet hasil ribut-ribut.
“Adanya menteri yang mengatakan perwakilan suatu suku, saya tidak sepakat. Beliau itu adalah profesional sipil. Kalau memang benar perwakilan dari Papua, silahkan pikirkan dan perhatikan Papua,” tegas Hendrik.
“Meskipun demikian, kita harapkan semua kabinet harus bekerja keras demi kemajuan Indonesia. Jangan ada lagi ribut-ribut. Harus terus kita dukung dan dorong,” tegas Hendrik.
Menurut Gita Putri Damayana, Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengatakan, pembagian Kabinet Indonesia Maju seolah bagi-bagi kue oleh para elit. Memang benar adanya, sebagian menteri dari profesional, misalnya Sri Mulyani, Pratikno, Tito, dan lainnya.
Lanjutnya, terdapat tiga jenis proyeksi pertarungan yang terjadi selama penyusunan kabinet. Pertama, pertarungan jangka pendek, seperti demo berlarut-larut yang menuntut terkait pengesahan RKUHP, RUU KPK, dan lainnya.
“Dalam omnibis law, Presiden berencana mengajak DPR untuk menggabungkan 74 UU dibidang investasi kedalam dua UU, yaitu UU cipta lapangan kerja dan UU pemberdayaan UMKM,” ujar Dewi.
Kedua, pertarungan jangka menengah, yaitu tentang kesepakatan elit untuk amandemen konstitusi, dan yang ketiga adalah monitoring dan evaluasi UU.
“Terkait dengan monitoring dan evaluasi UU, ini sudah tercatat dalam UU No. 15/2019,” pungkasnya.
Lanjut Dewi, untuk bisa bertahan, maka harus terus berkolaborasi antara masyarakat, pemuda, akademisi, dan lainnya. Melalui kolaborasi tersebut, kita bisa memunculkan ide-ide dan kemudian kita akan suarakan bersama kepada pemerintah.
Aktivis Muda NU, Muhammad Zaim Nugroho mengatakan, ini sudah menjadi realitas politik. Pembagian kekuasaan sangat jauh dari ideal. Bahkan hal yang tidak kita duga-duga dan ternyata muncul.
Lanjut Nugroho, salah satu program pemerintah yang harus kita kawal adalah terkait penanganan soal radikalisme. Presiden telah menempatkan orang-orang yang tepat pada posisinya. Misalnya menempatkan Tito di posisi menteri dalam negeri.
Namun menjadi pertanyaan, apakah dengan posisi-posisi tersebut yang dibuat Presiden sudah mampu mengantisipasi hal tersebut. Kita tahu, hari ini banyak provokasi-provokasi dari kelompok radikal. Ini harus segera diatasi pemerintah.
“Kita berharap dengan menempatkan posisi-posisi tersebut, radikalisme bisa kita hilangkan dari bangsa ini. Kita tahu, banyak provokasi yang sengaja didesain. Harus segera diselesaikan, jangan sampai menjadi bola liar,” ujarnya.
Ketua DPP GAMKI Bidang Advokasi, Hukum dan HAM, Maruli Silaban mengatakan, kita kurang tepat bila meributkan representatif dalam susunan kabinet Indonesia Maju, kita tidak menafikan bahwa bangsa Indonesia begaram suku, agama, dan golongan, jadi sangat lumrah bila ada yang berpikir susunan kabinet Indonesia Maju harus merepresentasi keberagaman itu.
Susunan kabinet ini bisa disebut out of the box, misalnya, pebisnis online dipercayakan menjadi Mendikbud, Purnawiranan jenderal TNI menjadi Menteri Agama. Jokowi dan Ma’ruf Amin adalah berasal dari masyarakat sipil dan ada harapan rakyat agar seni kepemimpinannya gaya sipil dan humanis.
Lanjut Maruli, bangsa Indonesi adalah bangsa yang besar dan majemuk, bahwa Pancasila menjadi kesepakatan sebagai landasan berbangsa dan bernegara, kendati kasus intoleransi masih banyak terjadi diberbagai daerah.
Beberapa kasus kebebasan beribadah dan berkeyakinan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah periode ini, juga kasus-kasus HAM yang belum dituntaskan masih ditunggu penyelesaiannya oleh pemerintah sekarang. Kepentingan dan persoalan warga negara harus menjadi prioritas pemerintah periode ini.
“Negara harus hadir dalam persoalan kebebasan beribadah dan berkeyakinan,” tegas Maruli.
Sejak awal sudah tercatat dalam konstitusi negara bahwa hal tersebut dijamin oleh negara. Selain itu kabinet kali ini harus serius meningkatkan kualitas pendidikan dan akses pelayanan kesehatan rakyat Indonesia.
“Mari sama-sama menjaga dan mengkritisi kabinet dan program pemerintah ini dengan cara yang elegan dan profesional,” tutup Maruli.