Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) mengecam keras aksi terorisme bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut GAMKI, aksi terorisme adalah upaya untuk meneror kemajemukan bangsa.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik melalui pesan tertulis pada Senin (29/3/2021).
“Keluarga Besar GAMKI mendoakan para korban, semoga bisa segera pulih, dan semoga seluruh masyarakat Indonesia, secara khusus umat Kristen tetap tenang serta saling menjaga solidaritas dan kebersamaan dengan sesama anak bangsa, pasca terjadinya bom bunuh diri ini,” ujar Wandik, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Selasa (30/3/2021).
Wandik meminta Polri, BNPT, BIN, yang didukung oleh TNI, serta lembaga terkait lainnya dapat segera menangkap jaringan terorisme yang ada sehingga keamanan masyarakat bisa lebih terjamin.
Khususnya menjelang Hari Raya Paskah dan Hari Raya Lebaran yang akan terlaksana dalam beberapa waktu ke depan.
Di sisi lain, Wandik mengingatkan, Presiden Joko Widodo telah menetapkan langkah regulatif dalam rangka pencegahan aksi terorisme.
Hal itu melalui Perpres No 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan.
“Dengan adanya kejadian di Makassar ini, akselerasi penerapan Perpres ini terbukti masih belum sempurna.”
“Khususnya dalam melakukan perkiraan ancaman teror berbasis “lone wolf”, yang tampaknya sulit diprediksi dengan akurat terkait waktu dan tempat eksekusi teror,” kata Wandik yang juga merupakan anggota DPR RI dapil Papua ini.
“Kami mendorong kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dapat melakukan rencana dan strategi yang sistematis dan komprehensif, sehingga stabilitas keamanan nasional dan daerah dapat terjaga dengan baik,” tuturnya.
Di sisi lain, Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat menilai, pemerintah harus memberikan perhatian yang besar terhadap pemberantasan radikalisme dan terorisme melalui sektor pendidikan.
Terlebih menyikapi temuan terbaru kepolisian yang mengungkap identitas pelaku yang masih berusia 26 tahun.
“Usia pelaku masih 26 tahun, kelahiran tahun 90an, termasuk segmen milenial.”
“Saya rasa ini menjadi peringatan bagi kita, bahwa doktrin dan propaganda radikalisme terorisme itu menyasar generasi muda yang tidak memiliki pondasi ideologi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang kuat,” kata Sahat.
Menurut Sahat, terorisme berawal dari benih intoleransi dan eksklusivisme.
Kemudian, tumbuh menjadi pemikiran radikalisme dan selanjutnya ekstremisme, yang dapat berujung pada aksi terorisme.
“Sangat penting sekali melakukan pencegahan pemikiran intoleransi dan eksklusivisme sejak dini melalui pendidikan kepada generasi muda.”
“Generasi muda Indonesia harus diajar dan dilatih bahwa kita hidup di tengah masyarakat yang majemuk.”
“Keberagaman adalah kekayaan yang harus kita jaga dan rawat bersama,” kata Sahat.
Sahat juga mengingatkan pentingnya mengawasi penyebaran paham radikalisme dan terorisme melalui media sosial.
“Polisi tadi mengungkap bahwa pelaku belajar merakit bom melalui media sosial. Sebagian besar generasi muda kita adalah pengguna media sosial.”
“Jadi tidak hanya pemerintah, masyarakat juga harus proaktif mengawasi media sosial, dan melaporkan ke pihak berwajib jika ditemukan adanya konten-konten di media sosial yang diduga bermuatan doktrin radikalisme, terorisme.”
“Bahkan yang terkait dengan tata cara pembuatan bahan peledak ataupun aksi-aksi terorisme lainnya,” pungkas Sahat.
Pelaku Belajar Rakit Bom dari Medsos
Sebelumnya diketahui, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Boy Rafli Amar mengungkap sejumlah fakta setelah terjadinya bom bunuh diri di depan Gereja Katedral pada Minggu (28/03/2021).
Boy mengatakan, kedua pelaku bom bunuh diri belajar merakit bom secara daring.
“Ada informasi ini juga berkaitan dengan online training di media sosial yang dikembangkan oleh mereka.”
“Jadi mereka mengembangkan tata cara pembuatan bahan peledak,” ujar Kepala BNPT Irjen Boy Rafli Amar di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (29/3/2021), dikutip dari Youtube Kompas TV.
Boy rafli juga menyebut adanya pelatih dalam siaran online tersebut yang juga pernah berlatih di luar negeri.
“Ada beberapa narasumber senior mereka yang pernah berlatih di luar negeri, ini bisa seperti ini.”
“Jadi ideologi ini terus dikembangkan oleh kelompok-kelompok radikal terorisme, jadi kita sama-sama cegah,” pungkas Boy.