Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI), melakukan pertemuan bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mohammad Mahfud MD. Pertemuan bersama yang dilakukan, Rabu,(21/04/2021) tersebut dilakukan dalam rangka menyikapai berbagai permasalahan kebangsaan, terutama ujaran kebencian yang sedang ramai di media sosial.
Dalam pertemuan itu, Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik menyampaikan, persoalan intoleransi, radikalisme, dan terorisme masih banyak terjadi di Indonesia, seperti bom bunuh diri di Gereja Makassar, penembakan di Mabes Polri, dan kasus-kasus lain yang terjadi sebelumnya.
“Peristiwa-peristiwa terorisme ini sangat meresahkan masyarakat. Kami meminta implementasi Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan dapat dilakukan secara holistik, salah satunya melalui pencegahan paham-paham radikal melalui pendidikan,” kata Wandik disela-sela pertemuan.
Aksi teror yang terus terjadi, kata Wandik, perlu dicarikan faktor penyebabnya. Selain itu, pemerintah bersama seluruh elemen bangsa perlu memperkuat pemahaman nilai-nilai Pancasila di komunitas masing-masing, sehingga menumbuhkan sikap saling hormat dan rasa memiliki antar sesama semakin diperkuat.
“Beberapa pelaku terorisme ternyata masih berusia muda. Perlu penguatan dalam penanaman nilai-nilai Pancasila, kebangsaan, dan kemajemukan kepada generasi muda. Dari organisasi kepemudaan juga perlu dilibatkan dalam membangun keharmonisan antar umat beragama,” lanjut Wandik yang juga merupakan anggota DPR RI ini.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat mendukung langkah cepat kepolisian dalam menindaklanjuti laporan terhadap Jozeph Paul Zhang terkait dugaan penistaan agama di media sosial.
Kepada pihak kepolisian Sahat mengingatkan, tindakan hukum harus berlaku adil ke semua pelaku ujaran kebencian dan tidak tebang pilih. Sahat juga meminta masyarakat Indonesia tidak mudah terprovokasi dengan narasi-narasi kebencian yang ingin memecah-belah masyarakat.
“Publik, terkhusus tokoh agama, nasional, dan politisi harus berlaku adil, tidak hanya mengecam satu pelaku saja. Selain tindakan Paul Zhang, ada juga dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama Hindu oleh pengajar Desak Made Darmawati. Sebelumnya juga ada penghinaan oleh Yahya Waloni yang menyebut Firman Tuhan Kristen semua palsu ataupun Ustadz Abdul Somad tentang ceramah salib,” kata Sahat.
Dalam penyelesaian kasus-kasus penistaan agama ini, Sahat meminta pihak kepolisian dan pemerintah untuk mengedepankan pendekatan restorative justice. Tujuannya, agar membangun rekonsiliasi di tengah masyarakat sehingga masyarakat tidak semakin terpecah dan membenci.
Sahat mengharapkan peranan dari lembaga agama dan tokoh-tokoh agama untuk saling mengingatkan dan mendorong agar mimbar-mimbar publik diisi dengan khotbah dan narasi kedamaian, bukan kebencian.
“Lembaga agama dan tokoh-tokoh agama memiliki peranan untuk mendorong agar mimbar-mimbar rumah ibadah diisi dengan khotbah dan pesan-pesan perdamaian, persaudaraan, dan saling menghormati dengan agama lainnya. Bukan diisi dengan narasi kebencian dan permusuhan,” ungkap Sahat.
Menko Polhukam, Mahfud MD menyambut baik pertemuan dengan DPP GAMKI yang memberikan masukan-masukan positif untuk kebaikan dan kemajuan bangsa.
“Mewakili Presiden dan Wakil Presiden saya menyampaikan terimakasih atas kehadiran GAMKI dalam pertemuan ini. Masukan-masukan yang disampaikan akan kami terima dan tindaklanjuti,” kata Mahfud MD