Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menilai pernyataan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Letnan Jenderal TNI Dudung Abdurachman di hadapan para prajurit TNI di Bandung, Jawa Barat harus dilihat secara holistik dan ditempatkan dalam konteks yang tepat.
GAMKI menyatakan konteks pernyataan Letjen Dudung dalam kunjungan ke Batalyon Zipur 9 Kostrad, Ujungberung, Jawa Barat merupakan arahan dan nasehat Pangkostrad kepada para prajurit TNI yang memiliki latar belakang agama yang beragam.
“Sebagai salah satu pimpinan TNI AD, kami melihat bahwa pernyataan Letjen Dudung merupakan bentuk pembekalan bagi para prajurit dengan arahan-arahan kebangsaan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. TNI sebagai alat pertahanan negara harus berdiri di atas semua golongan dalam membela Tanah Air dan melindungi setiap anak bangsa seperti yang tertuang dalam Sumpah Prajurit dan Sapta Marga TNI,” kata Sahat Martin Philip Sinurat, Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GAMKI dalam keterangan tertulisnya, Rabu, September 2021.
Menurut Sahat, fanatisme agama yang berlebihan dapat menyebabkan perpecahan antar umat beragama, yang kemudian dapat berlanjut pada konflik horizontal yang bisa saja mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
“Sehingga dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, TNI harus melindungi seluruh anak bangsa tanpa membeda-bedakan agama, suku, dan golongan,” lanjutnya.
Menyikapi adanya polemik dan kontroversi yang ditimbulkan dari pernyataan Letjen TNI Dudung Abdurachman, GAMKI mengharapkan semua pihak untuk dapat melihat konteks dan tujuan sebenarnya dari pernyataan mantan Pangdam Jaya tersebut.
“Letjend Dudung tidak sedang membanding-bandingkan agama, karena dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kebenaran ajaran dan dogma semua agama tidak perlu diperdebatkan. Namun bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai agama untuk membangun negara dan bangsa Indonesia, ini yang harus menjadi fokus utama kita,” katanya.
Sahat mengajak semua elemen masyarakat untuk bersatu dan bergotong-royong dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam menangani pandemi Covid-19.
“Sila pertama Pancasila menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemudian Indonesia juga mengakui enam agama dan juga penghayat kepercayaan. Artinya negara tidak membeda-bedakan agama, dan agama pada hakekatnya mengajarkan tentang kebaikan, keadilan, dan kedamaian. Mari kita bergotong-royong mengarustamakan nilai-nilai kebaikan dalam agama kita masing-masing demi kesejahteraan dan kedamaian seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.