JAKARTA – Generasi milenial merupakan kamu muda dengan usia 20-40 tahun, ada yang masih kuliah, tapi ada juga yang sudah bekerja segagai profesional. Seharusnya generasi muda semacam inilah yang menjadi role model terciptanya moderasi beragama.
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) Sahat Martin Philip Sinurat saat menjadi narasumber iBreak, iNews, Jumat, 12 November 2021.
“Namun, sekarang ini justru banyak anak muda yang bersikap eksklusif, hanya mau berada di komunitasnya saja, tidak peduli dengan yang lain,” ungkap Sahat.
Lebih lanjut Sahat menerangkan, di era digital sekarang, yang menjadi tantangan terbesar adalah bagaimana media sosial dimanfaatkan sebagai medium untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran moderat, bukan justru digunakan untuk menyebarkan pemikiran radikal.
Sahat menggarisbawahi, pengertian moderasi beragama itu berbeda dengan moderasi agama.
“Agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan, kebenaran; agama mengajak kita untuk peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan. Yang lebih penting adalah bagaimana beragama dengan cara yang tidak berlebihan dan tidak melupakan kehidupan sosial masyarakat,” terangnya.
Saat ditanya bagaimana cara menanamkan nilai-nilai moderasi di generasi milenial, Sahat menjelaskan bahwa peran yang paling penting ada pada dunia pendidikan formal.
“Pertama, kehadiran Kementerian Agama dan Kemendikbud sangat penting untuk mengajarkan bagaimana kita melihat agama dari perspektif yang moderat, bukan hanya dari agama kita, tapi juga dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang kedua, bagaimana pemuda terlibat dalam komunitas-komunitas yang bisa membangun secara positif,” tegas Sahat.
Mantan Ketua Umum GMKI ini menekankan, generasi kitalah yang menjadi generasi penerus bangsa. Kalau kita hanya memikirkan nasib golongan kita saja bagaimana Indonesia bisa maju.
“Sebaliknya, kalau kita bisa bergotong royong, pasti ke depannya Indonesia bisa maju,” pungkasnya.