Segenap pengurus dan keluarga besar Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menyampaikan ucapan, “Selamat Memperingati Hari Pahlawan Nasional Kapitan Pattimura Ke-204, 15 Mei 2021.”
Menurut Ketua Umum GAMKI, Willem Wandik, banyak sekali inspirasi bisa diambil dari pahlawan nasional asal Maluku ini.
“Kita kaum muda harus mengikuti teladan Pattimura. Berani melawan penindasan, berani bersuara keras melawan penjajahan, sebagaimana Kapitan Pattimura dikenang karena perjuangannya membebaskan masyarakat Maluku dari penjajahan kolonial Belanda hingga terjadi perang Pattimura pada 15 Mei 1817,” kata anggota Komisi V DPR RI itu.
Setiap 15 Mei dikenang sebagai Hari Pahlawan Nasional Kapitan Pattimura, dan pada 15 Mei 2021 kali ini merupakan peringatan Hari Pattimura yang ke-204.
Thomas Matulessy atau lebih dikenal dengan nama Kapitan Pattimura lahir di Saparua, Maluku, pada 8 Juni 1783.
Namanya masyhur sebagai pahlawan nasional Indonesia karena dengan berani melawan penjajahan Belanda.
Nama Kapitan Pattimura disematkan untuk Matulessy pada 14 Mei 1817 setelah ia ditunjuk oleh seluruh rakyat Saparua sebagai pemimpin pemberontakan terhadap Belanda.
Sehari setelahnya, pemberontakan rakyat Saparua terjadi dan menjalar ke daerah-daerah antara lain; Hanimoa, Haruku, Nusa Laut, Ambon, dan Seram
Sebelum bentrokan pecah pihak Belanda berupaya bernegoisasi, tetapi Pattimura menolak dan konon mengucapkan ini: ”Orang-orang telah mengakui dan menunjuk saya, Pattimura, dengan rahmat Tuhan sebagai pemimpin mereka. Kami tidak ingin dikuasai lagi.”.
Di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura, Benteng Duurstede berhasil direbut dari tangan Belanda pada 16 Mei 1817.
Seluruh tentara Belanda yang berada di benteng itu tewas, termasuk Residen Van den Berg dan keluarganya kecuali satu anaknya yang dibiarkan lari.
Pattimura berusaha mempertahankan benteng dari serbuan Belanda yang bergantian datang.
Disebutkan dalam Pattimura-Pattimura Muda Bangkit Memenuhi Tuntutan Sejarah karya David Matulessy, pasukan Belanda yang berkekuatan 200 tentara menyerbu pada 20 Mei 1817, tetapi luluh-lantak dan hanya tersisa 30 orang saja yang selamat.
Sayangnya pengkhianatan dari orang dalam membuat perjuangan Pattimura habis pada pengujung tahun 1817.
Benteng Duurstede kembali direbut Belanda dan Pattimura ditangkap di Siri Sori, Maluku Tengah, pada 11 November 1817.
Pattimura tidak langsung dihukum karena Belanda menawarkan kerja sama kepadanya walau tawaran itu ditolaknya mentah-mentah.
Pada 16 Desember 1817, Pattimura – yang saat itu berusia 34 tahun – bersama Anthony Reebook, Philip Latumahina dan Said Parintah dihukum gantung di depan Benteng Nieuw Victoria, kota Ambon.
Sebelum dihukum, Pattimura berseru: ”Hiduplah rakyat Maluku! Lanjutkan pertempuran! Orang-orang akan menjadi bebas! Cengkeh merica akan tumbuh lagi!”
Nama Kapitan Pattimura dan perjuangannya terus dikenang sampai Indonesia meraih kemerdekaan.
“Pattimura Tua Boleh Sirna, Tetapi Akan Bangkit Pattimura-Pattimura Muda Untuk Meneruskan Perjuangan Ini,” katanya di akhir kehidupan.
Pada 6 November 1973, pemerintah Republik Indonesia menetapkan Pattimura sebagai pahlawan nasional.
Sampai saat ini nama Pattimura masih bisa dijumpai mulai dari bentuk pecahan uang Rp 1.000 terbitan tahun 2000, sebagai sebuah nama universitas, taman, hingga patung yang berada di persimpangan Slamet Riyadi, Ambon.