Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) memiliki catatan bahwa dalam kurun waktu dua bulan terakhir, sedikitnya terdapat sebanyak 29 terduga teroris yang ditangkap di beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Bogor, Merauke, Riau, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Pernyataan ini disampaikan Ketua DPP GAMKI Bidang Pancasila dan Penanggulangan Radikalisme Broery Pater Tjaja, pada Rabu, 23 Juni 2021.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, terduga teroris tersebut terafiliasi dengan jaringan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) dan Jaamah Islamiyah (JI).
Broery menyampaikan, selain jaringan JAD dan JI, terdapat juga jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso yang telah melakukan beberapa aksi teror, hingga yang terakhir adalah peristiwa pembunuhan terhadap dua warga sipil pada 11 Mei lalu.
“Kemudian terdapat juga beberapa aksi teror lone wolf seperti yang terjadi di Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri. Data-data ini memperlihatkan bahwa aktivitas kelompok teroris JAD, JI dan MIT, ditambah lone wolf, masih terus beroperasi di beberapa wilayah di Indonesia,” jelas Broery.
Menurut Broery, sebelumnya beberapa instansi pemerintah juga telah mempublikasikan data terkait keberadaan jaringan teroris di Indonesia.
Dari informasi yang GAMKI dapatkan pada akhir 2020 lalu, masih terdapat sekitar 6000 terduga teroris di Indonesia yang tergabung dalam jaringan JI, dimana mayoritasnya merupakan kelompok milenial.
“Kami mengapresiasi penangkapan terduga teroris yang berhasil dilakukan oleh aparat kepolisian. Namun, masyarakat tidak boleh lengah dan harus meningkatkan langkah pencegahan melalui pendidikan Pancasila dan moderasi beragama kepada generasi muda,” kata Broery.
Menindaklanjuti pernyataan tersebut, fungsionaris DPP GAMKI Bidang Pancasila dan Penanggulangan Radikalisme Arbie Haman meminta pemerintah dan lembaga terkait untuk segera menindaklanjuti implementasi Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Sejak Januari lalu, lanjut Arbie, Presiden Jokowi telah menetapkan Perpres 7/2021 tentang RAN PE. Perlu diingat bahwa sasaran umum dari adanya produk perundang-undangan ini adalah untuk meningkatkan perlindungan kepada warga negara, serta menjamin adanya rasa aman dari ancaman ekstremisme dan teror.
“Di satu sisi, warga negara harus melepaskan sebagian hak-haknya untuk patuh dan diatur oleh negara. Namun di sisi lain, hak warga negara untuk memperoleh rasa aman harus diberikan dan dijamin oleh pemerintah, termasuk rasa aman dari adanya gangguan terorisme,” ujar Arbie.
Pada prinsipnya, GAMKI mendukung dan turut serta mengawal implementasi Perpres tersebut. Secara khusus, GAMKI berharap pemerintah dapat memberikan fokus pada aspek pencegahan yang berupa kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Menurut GAMKI, pendekatan yang ditempuh untuk pencegahan terorisme tidak harus selalu menggunakan pendekatan yang koersif dan militeristik, melainkan dapat melalui sektor pendidikan, sosial, dan kebudayaan.
“DPP GAMKI siap untuk dilibatkan dalam membantu pemerintah melakukan upaya-upaya tersebut. Selain itu kami juga berharap agar setiap kementerian dan lembaga yang dilibatkan pada RAN PE dapat melakukan percepatan dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan Presiden Jokowi,” pungkas Arbie.