Jakarta, gamki.or.id – Bullying atau perundungan kian marak hari-hari ini. Bahkan untuk perundungan yang menyasar pada anak, situasinya sudah sangat darurat.
Maraknya Bullying bukan sesuatu yang patut dinormalisasi bagi anak-anak. “Biasa anak-anak” ; “itu kan lelucon”; dan jawaban-jawaban permisif lainnya adalah bentuk ketidaksadaran kita akan bahaya pascaterjadinya bullying.
Fakta itu terungkap pada Diskusi ’Darurat Bullying pada Anak’ yang digelar Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, 27 September 2024.
“Bullying tentu berbeda dengan sekadar lelucon. Cara mudah mengidentifikasinya ada empat indikator, yakni sengaja, menyakitkan, biasanya berulang, dan terjadi akibat ketidakseimbangan kekuasaan,” kata pegiat anak Dhandy Sembiring yang menjadi salah satu narasumber diskusi.
Dampak perundungan dapat melahirkan manusia-manusia yang tidak otentik dan teramat rapuh. Hal ini dikarenakan rasa takut yang anak-anak rasakan dapat menutupi kemajuan kreativitas, proses tumbuh kembang dan kemampuan berpikir bebas untuk mencari solusi-solusi di tengah kompleksitas kehidupan kini.
Dalam banyak penelitian, bullying juga punya korelasi langsung dengan penurunan prestasi anak di sekolah. “Bahkan, peningkatan angka bunuh diri anak meningkat bersamaan dengan peningkatan angka kasus bullying,” tegasnya.
Dandhy menambahkan, Indonesia Emas yang kita ingin wujudkan pada 2045 harus dimulai saat ini dan di mana kita berada. Untuk itu, segala jenis perundungan harus dilawan. “Anak-anak sebagai generasi emas Indonesia mesti kita penuhi hak-haknya untuk hidup dan terlindungi, juga terlindungi dari kasus bullying. Ayo kampanyekan kesadaran bahaya bullying. Korban dan pelaku, sama-sama butuh pertolongan,” urainya.
Narasumber lain, dokter spesialis jiwa Lahargo Kembaren menyatakan, kesehatan mental anak dan remaja menjadi isu penting untuk diperhatikan karena mereka adalah penerus masa depan bangsa. Beberapa hal terkait kesehatan mental anak dan remaja meliputi mental breakdown, bullying/toxic relationship, fear of missing out, self diagnosis, self harm/suicide, fear of other people’s opinion. Paling baru yang mendapat perhatian khalayak ramai adalah kasus bullying/perundungan.
“Secara statistik dua dari tiga anak perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan selama hidupnya. Kemudian 3 dari 4 anak-anak dan remaja yang pernah megalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan bahwa pelaku kekerasan adalah teman atau sebayanya. Tak hanya berupa verbal dan fisik, bullying saat ini masuk dalam ranah digital,” ungkap dokter yang sehari-hari berpraktik di RS Siloam Bogor itu.
Lahargo menjelaskan, penyebab seseorang menjadi pelaku bullying dikarenakan oleh: stres dan trauma yang dialami, perilaku kekerasan di sekitar, low self esteem, pernah menjadi korban bullying, pengabaian dan penolakan, tontonan dan game kekerasan. Hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya sirkuit otak sehingga memunculkan perilaku kekerasan.
“Bila mendapati korban perundungan segera lakukan pendampingan psikologis, bawa ke profesional kesehatan jiwa untuk mendapatkan terapi dan penanganan lebih lanjut. Berikan perhatian, rasa aman dan nyaman, di rumah, sekolah, kampus atau tempat kerja. Jadilah teman bagi korban,” sarannya.
Menurut Lahargo, pendampingan anak yang menjadi korban perundungan dapat dilakukan dengan cara memberikan cinta kasih, pelukan dan ciuman, perhatian, serta kehangatan. Sedangkan penanganan untuk pelaku dapat diberikan konsekuensi yang tegas dan terukur untuk menunjukkan bahwa perilaku tersebut sangat tidak baik dan tidak sesuai dengan norma, nilai, dan sistem yang berlaku.
”Cari tahu penyebab pelaku melakukan bullying dan temukan solusi yang tepat. Bawa konsultasi ke profesional kesehatan jiwa bila diperlukan,” pungkasnya.
Ketua Umum DPP GAMKI Sahat Sinurat mengapresiasi diskusi virtual dengan tema menarik ini. ”DPP GAMKI berharap melalui kegiatan ini ke depannya kita terus menyuarakan dan mengadvokasi isu-isu yang ada di tengah masyarakat. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton saja,” tukasnya.
Sahat menekankan, peserta yang sudah hadir diharapkan dapat menjadi mitra DPP yang punya passion di isu ini, untuk melakukan advokasi berkelanjutan dan tidak berhenti sampai di diskusi semata tapi juga harus menjadi aksi-aksi nyata.
”DPP GAMKI akan fokus pada tiga gerakan yaitu gerakan pemikiran, gerakan advokasi dan gerakan profesi. Kalau gerakan pemikirannya sudah kita lakukan hari ini melalui diskusi, gerakan advokasinya yang harus kita gencarkan ke depan. Semoga ini menjadi stimulus bagi semua, DPP GAMKI sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan rekan-rekan DPD dan DPC,” pungkas Sahat.